Selasa, 10 Januari 2012

AJARLAH KAMI MENGHITUNG HARI - HARI KAMI

Oleh Watchman Nee


"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12)


"Dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:16,17)

"Aku akan memulihkan kepadamu tahun-tahun yang hasilnya dimakan habis oleh belalang pindahan, belalang pelompat, belalang pelahap dan belalang pengerip, tentaraKu yang besar yangKukirim ke antara kamu." (Yoel 2:25)


Sebagaimana tercatat di dalam kitab Mazmur, Musa berdoa kepada Allah, "Ajarlah kami menghitung ha
ri-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana."


Menurut perhitungan kalender, hari-hari yang kita lalui dapat dihitung dengan mudah, karena satu hari berarti satu hari dan satu tahun berarti satu tahun.Tetapi menurut perhitungan Allah, beberapa hari diperhitungkan sementara beberapa hari lainnya tidak diperhitungkan, melainkan ditolak. Karena hari-hari kita di dunia ini terbatas, kita perlu belajar bagaimana cara menghitungnya supaya bisa menyenangkan Tuhan dan supaya setiap hari dan setiap tahun senantiasa dikuduskan olehNya. Itulah masalah yang akan kita bahas.

Satu
Di dalam Kejadian 4 dan 5 kita melihat dua garis keturunan. Di dalam pasal empat ada daftar keturunan Kain, dan di dalam pasal lima terdapat daftar keturunan Set. Cara pencatatan kedua garis keturunan ini benar-benar berbeda. Yang dari Kain sangat singkat: tidak ada catatan tentang usia Kain dan keturunannya.Tetapi keturunan Set dicatat dengan lebih jelas: namanya disebut dengan jelas, usianya pada saat memiliki keturunan, dan usia yang dicapainya sebelum akhirnya meninggal. Generasi demi generasi, tahun-tahun usia tersebut dicatat dengan teliti. Dari kedua garis keturunan ini - satu singkat dan satu lengkap - kita dapat menemukan dasar yang dipakai Allah untuk menghitung hari-hari kita. Alasan mengapa garis keturunan Kain begitu singkat adalah karena ia berdosa terhadap Allah dan terpisah jauh dari Allah, tidak memiliki persekutuan denganNya.

Di pihak lain, garis keturunan Set tercatat lengkap karena ia telah menggantikan Habel dan telah bersekutu dengan Allah dan Allah senang dengannya. Jadi dapat dikatakan bahwa usia rohani kita dihitung berdasarkan kondisi rohani kita di hadapan Allah. Pada saat kita jauh dari Dia, mati di dalam dosa dan pelanggaran, hari-hari kita tidak dihitung di hadapan Allah. Usia rohani kita mulai diperhitungkan pada saat kita bertobat, pada saat kita berbalik kepada Tuhan, yaitu pada saat kita mulai bersekutu denganNya.

Pada saat anak-anak Israel ke luar dari Mesir Allah memerintahkan mereka, "Bulan inilah akan menjadi permulaan segala bulan bagimu; itu akan menjadi bulan pertama bagimu tiap-tiap tahun." (Keluaran 12:2). Bulan pertama adalah awal tahun, dan merupakan awal perhitungan kalender. Di dalam bulan inilah anak-anak Israel menyembelih domba Paskah, keluar dari Mesir, dan terlepas dari tangan Firaun. Kemudian Allah menetapkan bulan yang khusus ini sebagai awal tahun. Selanjutnya mereka memiliki sesuatu yang baru di hadapan Allah.

Izinkan saya bertanya kepada Saudara, Berapa usia rohani Saudara? Beberapa orang mungkin secara fisik berumur 50 atau 60 tahun, tetapi usia rohaninya mungkin cuma satu tahun, atau bahkan satu bulan. Usia rohani seseorang dihitung hanya pada saat ia lahir baru. Pada saat Saudara menerima keselamatan dari Tuhan, pada saat itulah Saudara memulai sejarah kerohanian Saudara. Sebelum saat itu, Saudara tidak mempunyai usia rohani yang dapat diperhitungkan di hadapan Allah. Lebih jauh, bahkan setelah Saudara percaya kepada Tuhan, tidak berarti setiap hari atau setiap tahun langsung dihitung.

Mungkin Saudara telah percaya Tuhan selama lima tahun penuh, tetapi belum
tentu kekristenan Saudara di hadapan Allah juga berusia lima tahun. Artinya, beberapa hari yang Saudara miliki setelah menjadi Kristen ada yang tidak dihitung. Di dalam Alkitab kita dapat melihat bahwa hari-hari tersebut diabaikan dan tidak dicatat, karena Allah menganggapnya sebagai hari-hari yang terbuang, oleh sebab itu tidak diperhitungkan.


Dua
Mari kita lihat berapa tahun waktu yang ada dari sejak keluarnya bangsa Israel dari Mesir sampai permulaan pembangunan bait suci oleh Salomo.

"Empat puluh tahun lamanya Ia sabar terhadap tingkah laku mereka di padang gurun. Dan setelah membinasakan tujuh bangsa di tanah Kanaan, Ia membagi-bagikan tanah itu kepada mereka untuk menjadi warisan mereka selama kira-kira empat ratus lima puluh tahun. Sesudah itu Ia memberikan mereka hakim-hakim sampai pada zaman nabi Samuel. Kemudian mereka meminta seorang raja dan Allah memberikan kepada mereka Saul bin Kisy dari suku Benyamin, empat puluh tahun lamanya. Setelah Saul disingkirkan, Allah mengangkat Daud menjadi raja mereka...." Kisah Para Rasul 13:18-22a.

Daud memerintah selama 40 tahun (lihat II Samuel 5:4). Jadi, berapa tahun waktu yang ada dari sejak keluarnya bangsa Israel sampai tahun ke empat pemerintahan Salomo pada saat ia mulai membangun bait suci? 40 tahun + 450 tahun = 490 tahun; tambahkan dua kali 40 tahun (pemerintahan Saul dan Daud) akan menghasilkan 570 tahun; tambahkan lagi tiga tahun pemerintahan Salomo sebelum ia mulai mendirikan bait suci, akan menghasilkan total 573 tahun. Tetapi di dalam I Raja-raja 6:1 dikatakan: "Dan terjadilah pada tahun keempat ratus delapan puluh sesudah orang Israel keluar dari tanah Mesir, pada tahun keempat sesudah Salomo menjadi raja atas Israel, dalam bulan Ziw, yakni bulan yang kedua, maka Salomo mulai mendirikan rumah bagi TUHAN." Di sini tercatat 480 tahun, bukan 573 - ada selisih 93 tahun!

Mengapa ada perbedaan? Apakah catatan pada kitab Kisah Para Rasul tidak benar, atau justru kitab I Raja-raja yang salah? Tidak, keduanya tidak salah. Di balik perbedaan tahun antara catatan yang ada pada kedua kitab ini terdapat satu prinsip rohani yang sangat penting. Dengan membandingkan catatan pada Kisah Para Rasul dengan yang ada di dalam Perjanjian Lama, kita melihat bahwa 40 tahun di padang gurun, 40 tahun pemerintahan Saul, 40 tahun pemerintahan Daud, dan 3 tahun pemerintahan Salomo sebelum ia memulai pembangunan bait suci, tidak perlu diragukan lagi. Yang menjadi masalah adalah 450 tahun. Pada rentang waktu tersebut, angka yang ada di I Raja-raja ternyata 93 tahun lebih kecil dari yang ada di Kisah Para Rasul.

Bagaimana kita bisa menghitung angka 93 tahun yang nampaknya hilang ini? Melalui kitab Hakim-hakim kita akan menemukan bahwa selama tahun-tahun tersebut anak-anak Israel ada dalam keadaan ditekan, dijajah oleh bangsa-bangsa asing beberapa kali. Jadi, mari kita lihat di dalam kitab Hakim-hakim berapa tahun lamanya bangsa Israel
mengalami penjajahan.

"Lalu bangkitlah murka TUHAN terhadap orang Israel, sehingga Ia menjual mereka kepada Kusyan-Risyataim, raja Aram-Mesopotamia dan orang Israel menjadi takluk kepada Kusyan-Risyataim delapan tahun lamanya." (Hakim 3:8). Inilah penjajahan pertama yang dialami Israel, yang berlangsung selama delapan tahun.

"Delapan belas tahun lamanya orang Israel menjadi takluk kepada Eglon, raja Moab." (Hakim 3:14). Ini adalah penjajahan kedua, yang berlangsung selama 18 tahun.

"Lalu TUHAN menyerahkan mereka ke dalam tangan Yabin, raja Kanaan, yang memerintah di Hazor. Panglima tentaranya ialah Sisera yang diam di Haroset-Hagoyim. Lalu orang Israel berseru kepada TUHAN, sebab Sisera mempunyai sembilan ratus kereta besi dan dua puluh tahun lamanya ia menindas orang Israel dengan keras." (Hakim 4:2,3). Ini adalah penjajahan ketiga yang dialami bangsa Israel, yang berlangsung selama 20 tahun.

"Tetapi orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN; sebab itu TUHAN menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Midian, tujuh tahun lamanya," (Hakim 6:1). Ini penjajahan keempat yang berlangsung selama tujuh tahun.

"Orang Israel melakukan pula apa yang jahat di mata TUHAN; sebab itu TUHAN menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Filistin empat puluh tahun lamanya." (Hakim 13:1). Ini adalah penjajahan kelima yang dialami bangsa Israel, dimana mereka melayani bangsa Filistin selama 40 tahun.

Jadi, berapa tahun Israel lima kali dijajah oleh bangsa-bangsa asing ini? 8 tahun + 18 tahun + 20 tahun + 7 tahun + 40 tahun = 93 tahun, tidak kurang dan tidak lebih. Dengan demikian, kita sudah menemukan jawabannya. Di dalam Kisah Para Rasul Paulus menceritakan sejarah bangsa Israel; jadi, ia memasukkan angka 93 tahun ini. Tetapi, di dalam I Raja-raja, yang ditekankan adalah kondisi anak-anak Israel di hadapan Allah, jadi angka 93 tahun ini tidak diperhitungkan.

Kenyataan bahwa angka 93 tahun ini tidak dihitung merupakan hal yang sangat penting. Ini adalah tahun-tahun yang hilang, karena pada saat anak-anak Israel kehilangan kemerdekaan mereka dan kemudian melayani bangsa-bangsa kafir serta tidak memiliki hakim di dalam bangsa mereka sendiri, tahun-tahun mereka sama sekali tidak dihitung. Mereka adalah orang-orang milik Allah yang telah keluar dari Mesir. Tetapi pada saat mereka diperintah musuh mereka - menjadi hamba dan di bawah perbudakan lagi - mereka tidak dapat melayani Allah dengan bebas. Oleh karena itu hari-hari tersebut tidak pernah dihitung: hari-hari dimana mereka tidak melayani Allah, tetapi melayani orang lain, secara otomatis dianggap hilang, dan akibatnya Allah tidak menghitungnya.

Di sinilah kita harus berhenti sebentar dan mulai berpikir, berapa hari - sejak kita diselamatkan sampai saat ini - yang benar-benar diperhitungkan Tuhan. Mungkin Saudara sudah percaya Tuhan selama delapan atau sepuluh tahun, tetapi berapa banyak dari tahun-tahun tersebut yang pada kenyataannya dilalui dengan kebodohan? Berapa besar pemotongan yang sudah dilakukan pada hari-hari terakhir kita? Oh, kita telah menyia-nyiakan begitu banyak waktu! Mungkin kita akan terkejut ketika, dari sekian banyak tahun yang kita lalui, sejumlah hari yang cukup banyak hanya dapat menjadi satu tahun di hadapan Allah! Kita harus menyadari bahwa hari-hari dimana kita hidup menurut keinginan manusiawi kita sendiri, terpisah dari Allah, kalah dan jatuh, tidak akan dihitung oleh Tuhan. Hendaknya kita dengan jujur bertanya kepada diri kita sendiri: saya sudah menjadi Kristen selama beberapa tahun, tetapi berapa banyak dari tahun-tahun tersebut telah disia-siakan, dan berapa banyak yang diperhitungkan Tuhan? Hendaknya kita benar-benar menyadari bahwa semua hari pada saat kita kehilangan persekutuan dengan Tuhan tidak diperhitungkan. Tidak ada yang dapat menggantikan waktu tersebut.

Tiga
Jangan menyangka bahwa hari-hari yang hilang tersebut tidak akan berjumlah banyak, karena nampaknya hari-hari tersebut cuma beberapa hari yang terhambur di sana sini. Sebab jika kita coba melihat perjalanan bangsa Israel di padang gurun, kita akan melihat betapa seriusnya hari-hari yang terbuang percuma. Pada bulan ketiga setelah mereka keluar dari Mesir mereka tiba di Gunung Sinai (lihat Keluaran 19:1). Mereka tinggal di Sinai selama sepuluh bulan, tetapi pada hari kedua puluh dari bulan yang kedua pada tahun yang kedua setelah mereka keluar dari Mesir mereka meninggalkan Sinai dan melanjutkan perjalanan ke arah tanah yang telah Allah janjikan sebagai milik pusaka mereka (Bilangan 10:11,12).

Tercatat di Alkitab bahwa jarak dari Horeb ke Kadesy-Barnea, melalui jalan pegunungan Seir, hanya memerlukan "sebelas hari" perjalanan (Ulangan 1:2). Harap diingat bahwa Kadesy-Barnea ada di perbatasan dari tanah Kanaan. Jadi, setelah meninggalkan Gunung Sinai, anak-anak Israel dapat segera memasuki tanah Kanaan setelah sebelas hari perjalanan. Tetapi karena ketidakpercayaan mereka, mereka tidak memasuki tanah Kanaan setelah mencapai Kadesy-Barnea, melainkan mengembara di padang gurun selama 38 tahun sebelum keturunan mereka pada akhirnya memasuki Tanah Perjanjian. Betapa besar lingkaran perjalanan yang mereka buat! Bukan tiga atau lima tahun, tetapi 38 tahun. Pada mulanya mereka dapat segera memasuki Tanah Perjanjian dalam dua tahun setelah meninggalkan Mesir; tetapi, selanjutnya mereka harus melalui 38 tahun lagi.

Oh, betapa banyak hari-hari yang telah kita buang di dalam perjalanan rohani kita! Sementara sebuah masalah mungkin dapat diselesaikan dalam tiga atau lima hari, pada beberapa orang hal itu dapat tetap tidak terselesaikan sampai tiga atau lima tahun. Situasi yang demikian tidak berbeda dengan apa yang dihadapi anak-anak Israel yang berputar-putar di padang gurun menghabiskan waktu bertahun-tahun. Kehilangan tersebut benar-benar besar, dan seharusnya jangan pernah dianggap tidak berarti.

Empat
Dalam kehidupan Abraham kita dapat melihat dengan jelas berapa banyak dari hari-harinya dihitung dan berapa banyak yang tidak dihitung. Menurut Kisah Para Rasul 7:2,3, sementara Abraham di Mesopotamia, Allah menampakkan diri kepadanya dan berfirman: "Keluarlah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan pergilah ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu."

Bagaimana reaksi Abraham? Jika ia tidak menuruti perintah Allah sama sekali, ia akan merasa tidak enak di dalam hatinya; tetapi mengikuti sepenuhnya apa yang dikatakan Allah, ia merasa enggan. Jadi ia hanya taat sebagian. Allah menyuruh Abraham untuk meninggalkan keluarganya, tetapi ia membawa keluarganya bersama-sama dengan dia ia membawa keponakannya, Lot, dan ayahnya, Terah, bersama-sama dengannya. Lebih jauh, rencana Allah adalah agar Abraham langsung pergi ke Kanaan, tetapi ia berhenti di Haran (lihat Kejadian 11:3). Sikap yang demikian adalah gambaran yang tepat dari orang Kristen yang mendua hati. Abraham seperti itu. Benar, ia memang keluar dari Ur- Kasdim, tetapi ia berhenti di tengah perjalanan ke Kanaan. Ia bersikap seperti orang Kristen yang setengah hati mengikut Tuhan.

Setelah kematian ayahnya, Terah, Allah memanggil Abraham kembali (lihat Kejadian 12:1). Kali ini Ia memanggilnya di Haran. Rencana Allah tidak pernah berubah. Sekali Ia memutuskan sesuatu, Ia pasti akan melaksanakannya. Karena Allah ingin Abraham pergi ke Kanaan, Ia tidak akan mengubah pikiranNya sekalipun Abraham menundanya di
Haran. Pada panggilan Allah yang pertama, Abraham hanya taat setengah. Jadi Ia memanggilnya lagi. Selanjutnya tercatat di Alkitab bahwa ketika Abraham mentaati Allah dan meninggalkan Haran, ia berumur 75 tahun pada saat itu (lihat Kejadian 12:4). Harap diingat bahwa tidak ada catatan usianya pada saat ia berada di Haran. Hanya pada saat ia keluar dari Haran menuju Kanaan, umurnya yang 75 tahun disebutkan. Saya percaya, hal ini menunjukkan kepada kita permulaan dari hari-harinya yang baru. Hari-hari Abraham di Haran, pada saat ia berhenti dalam perjalanannya memenuhi kehendak Allah, adalah hari- hari yang hilang; karenanya, tidak dicatat.

Pada saat kita melihat kembali ke sejarah masa lampau kita, betapa banyak yang telah hilang! Kita perlu belajar dari kehidupan Abraham bahwa semua hari-hari di tempat-tempat seperti Haran diabaikan Tuhan. Seringkali kita berjalan menurut keinginan kita sendiri dan mencari kemudahan dan kenikmatan. Kita berhenti dan menetap di tengah perjalanan. Ini adalah hari-hari di Haran dan tidak akan diperhitungkan. Untuk diberkati Tuhan, kita - seperti Abraham - harus keluar dari Haran. Pada saat Abraham berumur 75 tahun, pada tahun itu ia meninggalkan Haran. Alkitab mencatatnya, karena Allah menganggapnya layak untuk diperhitungkan. Hal ini menyingkapkan betapa Ia menginginkan ketaatan yang penuh dari manusia.

Tetapi Abraham tidak cuma sekali kehilangan beberapa dari hari- harinya. Ia juga menderita kehilangan ketika memperoleh keturunan. Allah telah menjanjikan seorang anak kepadanya; tetapi, ia mengambil hambanya Hagar sebagai gundik dengan seijin isterinya.

Abraham melakukan dosa yang terlalu berani di hadapan Allah. Kemudian, Hagar melahirkan seorang anak laki-laki. Tetapi anak laki- laki ini lahir melalui kekuatan daging Abraham, bukan melalui janji Tuhan. Sesuai dengan itu, kita melihat di akhir kitab Kejadian pasal 16 bahwa umur Abraham 86 tahun dan pada permulaan pasal 17 umurnya disebutkan 99 tahun. Tiga belas tahun hilang dari catatan. Selama 13 tahun ini, tidak ada catatan mengenai dia. Tidak ada altar yang dibangun Abraham, juga tidak ada catatan bahwa Allah menampakkan diri atau memberi wahyu atau janji kepada Abraham. Ini adalah hari-hari yang kosong, seolah-olah tidak pernah ada. Selama hari-hari ini, Ismael bertambah besar. Jadi, tahun-tahun ini di dalam kehidupan Abraham merupakan tahun-tahun yang sia-sia dan hilang.

Saudara-saudara, selama tahun-tahun yang ada pada Saudara, apakah Saudara mendapatkan pengalaman-pengalaman baru, wahyu-wahyu baru dan firman-firman baru dari Tuhan? Adakah seseorang yang dilepaskan melalui Saudara? Adakah seseorang yang ditolong Saudara? Apakah Saudara memiliki pengenalan akan Allah yang lebih dalam? Apakah Saudara sedang menerima jaminan-jaminan baru tentang janji-janji Tuhan? Apakah Saudara mengalami persembahan hidup yang diperbaharui di hadapanNya? Jika Saudara tidak mengalami hal-hal yang demikian, maka hari-hari yang Saudara miliki tersebut adalah hari- hari yang hilang. Hari-hari tersebut adalah hari-hari yang terbuang.

Seorang Saudari yang lebih tua suatu saat berkata bahwa "bagi seorang Kristen, cara untuk membalas apa yang telah Tuhan perbuat adalah membuat setiap hari diperhitungkan". Betapa menyedihkan bahwa kadang-kadang di dalam perjalanan kekristenan kita sepuluh hari dilalui tanpa memberikan tambahan satu hari pun di hadapan Allah! Hendaknya kita menjadi orang Kristen yang rajin hari demi hari. Jika kita melalui hari-hari kita dengan bodoh - yaitu, jika kita berontak kepada Tuhan, melakukan dosa, atau berjalan mengikuti keinginan diri kita sendiri - hari-hari kita semuanya akan terbuang sebagaimana yang Allah tetapkan. Sangat mengerikan.

Walaupun demikian, mengapa Alkitab mencatat usia Abraham 99 tahun? Karena pada tahun tersebut ia menerima hukum sunat dan setahun kemudian ia mendapat Ishak. Arti sunat adalah membuang kedagingan.

Jika kita berjalan di dalam kedagingan, hari-hari kita akan terbuang. Hendaknya kita membuang semua yang berasal dari kedagingan dan mempersembahkan sepenuh diri kita di atas altar sehingga kita tidak lagi membuang-buang waktu kita. Janganlah kita kehilangan 49 tahun dari 50 tahun milik kita. Marilah kita ingat betapa banyaknya hari-hari yang telah dilalui dengan kebodohan dan berapa hari yang masih tersisa. Jika setiap hari kita menanti kedatangan Tuhan, kita harus hati-hati dalam kehidupan sehari-hari kita.

Lima
Tuhan menceritakan sebuah perumpamaan, seperti yang tercatat di dalam Matius 20, tentang seseorang yang keluar beberapa kali untuk mendapatkan pekerja-pekerja bagi kebun anggurnya. Mari kita perhatikan khususnya satu kata yang ada di dalam perumpamaan tersebut: "menganggur" (ayat 3 dan 4a). "Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? .... Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku." (ayat 6, 7).

Perumpamaan ini menunjukkan bahwa Allah tidak ingin kita menganggur; Ia ingin kita bekerja. Lebih jauh, perumpamaan ini juga menjelaskan kepada kita bahwa Allah mempunyai lapangan pekerjaan yang telah Ia tentukan, yaitu kebun anggur. Mungkin Saudara akan berkata bahwa Saudara begitu sibuk dan tidak ada waktu. Tetapi dimana Saudara begitu sibuk? Jika Saudara tidak bekerja di kebun anggur, apa bedanya dengan "menganggur"? Jika Saudara tidak hidup di dalam kehendak Allah, dalam pandangan Allah Saudara dianggap menganggur, tidak menjadi soal berapa banyak pekerjaan lain yang sedang Saudara kerjakan. Atau mungkin Saudara terikat kesibukan di dalam apa yang disebut dengan pekerjaan rohani, tetapi Allah bisa tetap berkata kepada Saudara: "Mengapa kamu menganggur? Pekerjaan yang dilakukan di luar kebun anggur ini bukan berasal dari Aku." Walaupun mungkin Saudara sangat sibuk, di hadapan Allah Saudara cuma menganggur. Hanyalah pekerjaan yang dilakukan di dalam kebun anggur yang diperhitungkan oleh Dia. Jika pekerjaan Saudara dilakukan di luar kehendakNya, semua hari-hari yang Saudara lalui pada pekerjaan tersebut dianggapNya sebagai hari-hari yang kosong, sebagai hari-hari pengangguran.

Perkataan tuan rumah kepada mereka yang menganggur pada pukul lima petang adalah: "Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari?" "Sepanjang hari" berbicara tentang suatu masa kehidupan. Bagaimana dengan Saudara? Apakah Saudara menganggur sepanjang hidup Saudara? Ataukah Saudara bekerja di kebun anggur? Jangan salah mengerti, saya tidak menganjurkan bahwa Saudara harus berhenti dari pekerjaan Saudara dan kemudian berkotbah.

Yang paling penting adalah apapun yang kita lakukan haruslah jelas bahwa kita berada di dalam kehendak Allah. Bekerja di dalam kebun anggur berarti bekerja di dalam kehendak Allah. Di dalam kebun anggurNya ada berbagai macam pekerja: beberapa pekerja sedang mencangkul, beberapa sedang menyebarkan benih, dan beberapa sedang melakukan perbaikan. Tidak menjadi soal pekerjaan apa yang sedang dikerjakan, yang penting semuanya dikerjakan untuk mendatangkan kebaikan bagi kebun anggur tersebut. Jadi, jangan kita menjadi begitu eksklusif sehingga menganggap bahwa hanya pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dikerjakan oleh orang-orang tertentu saja yang dapat disebut pekerjaan Allah. Tidak! Selama hari-hari tersebut dilakukan di dalam kebun anggur, hal itu akan dicatat.

Mungkin Saudara sudah diselamatkan selama tiga atau lima tahun, atau bahkan sepuluh atau 20 tahun. Tetapi, berapa banyak dari waktu Saudara yang digunakan untuk Allah? Tidak dapat diragukan bahwa Saudara sudah banyak bekerja, tetapi untuk siapa Saudara bekerja? Semua menjadi baik jika Saudara tahu dengan pasti bahwa Saudara sedang mengerjakan apa yang Allah kehendaki. Allah tidak menghendaki setiap
orang Kristen untuk melepaskan pekerjaannya dan berkotbah sepenuh waktu. Beberapa orang yang sedang full-time mengabarkan Injil pun belum tentu berada penuh di dalam kehendakNya. Karenanya, pertanyaannya adalah: apakah sikap hati Saudara terhadap kehendak Allah? Hal ini jelas membuat persembahan hidup menjadi sesuatu yang sangat penting. Jika Saudara hanya mempunyai sedikit hati untuk Allah sejak diselamatkan, kehidupan Saudara dianggap tidak ada artinya, dianggap menganggur.

Enam
"Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya." (I Korintus 3:1,2).

Paulus menuliskan hal ini kepada orang-orang kudus di Korintus. Sejauh ini sebagaimana yang kita ketahui, hanya beberapa tahun waktu yang ada dari sejak pertama kali Paulus berkotbah di Korintus sampai ia menulis suratnya yang pertama ini kepada jemaat di Korintus. Waktu itu Paulus sudah merasa bahwa orang-orang kudus di Korintus belum bertumbuh sebagaimana seharusnya. Walaupun mereka baru menjadi Kristen beberapa tahun, Paulus tidak memaklumi mereka karena masih bersifat kekanak-kanakan. Sebaliknya, ia menegor mereka karena membuang-buang banyak waktu dengan percuma, karena seharusnya mereka telah bertumbuh tetapi ternyata tidak. Menurut pendapat Paulus orang-orang muda rohani ini seharusnya sudah cukup kuat dan mampu untuk makan daging, tetapi mereka telah menyia-nyiakan waktu begitu banyak sehingga masih tetap dalam keadaan bayi. Seharusnya mereka sudah cukup berpengalaman dalam jalan Tuhan - baik dalam hal ketaatan dan kepercayaan kepada Tuhan - sehingga bisa menjadi pengajar bagi yang lain, tetapi mereka masih belum bisa diandalkan, sama seperti sebelumnya. Benar, mereka baru menjadi Kristen selama beberapa tahun, tetapi Paulus sangat merasa bahwa seharusnya mereka tidak lagi bayi.

Ada sesuatu di sini yang harus kita camkan. Jika kita berpikir bahwa kita dapat tinggal terus dalam keadaan bayi karena kita belum terlalu lama diselamatkan, kita benar-benar tersesat. Berapa lama kita sudah hidup sebagai orang Kristen? Jika kita telah percaya Tuhan selama delapan atau sepuluh tahun tetapi tidak ada perbedaan dari sejak kita lahir baru, jika kita masih tetap bersifat kedagingan, itu artinya kita telah mengabaikan sebagian besar dari hari-hari kita.

Berapa lama seseorang dapat hidup di dunia? Secara normal, hanya 70 atau 80 tahun. Karenanya, betapa singkat hari-hari kita. Berapa hari yang tersisa setelah dikurangi dengan hari-hari ketika kita belum diselamatkan? Dan lagi, apakah ada di antara kita yang tahu berapa lama lagi kita akan hidup di dunia ini? Misalkan seseorang sudah mencapai umur 60 tahun; mungkin Allah akan berkata kepadanya: "Usiamu di hadapanKu tidak mencapai sepuluh tahun". Atau, seseorang mungkin berusia 40; dan mungkin Allah akan berkata: "Usiamu di hadapanKu hanya beberapa hari". Betapa menyedihkan jika begitu banyak hari yang terbuang.

Tujuh
Saya tahu bahwa hati kita terasa sakit selama kita menyia-nyiakan tahun-tahun hidup kita dalam kebodohan. Tetapi syukur kepada Allah, Ia memberikan penghiburan kepada kita; Ia berkata melalui kitab Yoel: "Aku akan memulihkan kepadamu tahun-tahun yang hasilnya dimakan habis oleh belalang pindahan, belalang pelompat, belalang pelahap dan belalang pengerip, tentaraKu yang besar yang Kukirim ke antara kamu." (Yoel 2:25).

Syukur kepada Allah, Ia tetap mempunyai jalan. Mungkin usia Saudara sekarang sudah 60 tahun, dan Saudara telah menghabiskan 30 atau 40 tahun dari tahun-tahun Saudara. Saudara akan meratap: "Sayang, kesempatan telah hilang. Tahun-tahun terbaikku telah dimakan belalang. Tahun-tahun yang hilang tidak akan pernah kembali lagi. Apa yang akan kukerjakan?" Puji Tuhan, Ia akan memulihkan bagi kita tahun-tahun yang telah dimakan belalang. Karena hari-hari yang terbuang, sepuluh tahun mungkin hanya terhitung menjadi satu hari.Tetapi jika kita kemudian kembali menggunakan waktu dengan benar, satu hari dapat menjadi sama dengan seribu hari - "sebab lebih baik satu hari di pelataranMu dari pada seribu hari di tempat lain," kata Daud (Mazmur 84:11). Satu hari di bumi tidak sama dengan 24 jam di surga.Allah mempunyai cara tersendiri untuk menghitung. Jika pelayanan kita sesuai dengan kehendakNya, satu hari di dalam pandanganNya dapat dianggap sebagai banyak hari.

Sekali waktu ada seorang pemuda yang jatuh ke dalam dosa dan sedang sekarat karena penyakit tbc. Seorang hamba Tuhan senior menyampaikan berita Injil kepadanya, mengatakan bahwa Yesus sudah memikul semua dosanya. Hamba Tuhan itu menantangnya untuk bertobat, mengakui dosanya dan untuk menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamatnya. Pada mulanya anak muda ini merasa ragu, karena dikuasai dengan pikiran bagaimana mungkin Tuhan mengampuni orang berdosa seperti dia. Tetapi akhirnya ia menerima Tuhan dan diselamatkan. Ia merasa sangat gembira dan damai.

Setelah beberapa hari hamba Tuhan tersebut mengunjungi dia lagi, dan melihat wajah pemuda ini dalam keadaan penuh dengan duka dan kesedihan. Jadi ia bertanya kepada anak muda itu: "Mengapa engkau begitu sedih? Jangan biarkan setan memperdayakanmu!"

Ia menjawab: "Saya tahu dosa-dosa saya sudah diampuni."

"Lalu mengapa kau sedih?" Dengan muram ia menjawab: "Hari-hariku di dunia hampir habis. Apa yang dapat aku bawa kepada Tuhan ketika aku berdiri di hadapanNya? Tanganku kosong. Haruskah aku pergi dan bertemu dengan Tuhan dengan tangan kosong?" Itulah alasannya mengapa ia bersedih.

Hamba Tuhan tersebut menjawab: "Saudara, jangan merasa kecewa. Aku akan gunakan kata-katamu untuk menulis sebuah lagu. Dan untuk setiap orang yang oleh karena lagu ini terdorong untuk pergi ke luar negeri memberitakan injil dan memenangkan jiwa, engkau akan mendapat upahnya."

Inilah lagu yang ditulis oleh Charles C. Luther yang kemudian menjadi terkenal: "Haruskah aku pergi dengan tangan kosong? Haruskah aku menemui Juruselamatku dalam keadaan begini saja? Banyak orang yang dibangkitkan dengan lagu ini dan kemudian dengan semangat menyala-nyala melayani Tuhan. Walaupun anak muda ini telah kehilangan banyak dari hari-harinya


Terjemahan dari PRACTICAL ISSUES OF THIS LIFE by Watchman Nee (Bab 5, Numbering Our Days, jcb, 30121992)